Cyber TV. Id- BENGKAYANG, KALBAR,- Pangan bukan sekadar kebutuhan dasar manusia, tetapi juga elemen strategis yang menentukan stabilitas ekonomi dan keuangan negara.
Para ekonom menegaskan bahwa sektor pangan, jika dikelola secara optimal, dapat menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional. Investasi dalam produksi pangan lokal bukan hanya mengurangi ketergantungan impor dan menekan defisit neraca perdagangan, tetapi juga berkontribusi dalam stabilisasi utang negara. Lebih dari itu, pemberdayaan petani dan pelaku usaha mikro di industri pangan membuka lapangan kerja, memperkuat daya beli masyarakat, serta menggerakkan roda ekonomi secara lebih dinamis dan berkelanjutan.
Pengusaha asal Bengkayang, Kalimantan Barat, Ediison menilai program ini hanya solusi jangka pendek yang tidak menyelesaikan masalah utama: rendahnya kemandirian ekonomi masyarakat. “Masyarakat hanya diberi makan, tapi tidak diajarkan mencari makan sendiri. Pemerintah sibuk dengan politik, sementara rakyat dibiarkan tanpa pekerjaan,” terangnya saat diwawancarai di ruang kerjanya. Senin (10/02).
*Pertanian: Solusi Nyata untuk Ekonomi Indonesia*
Menurut Edison, ketahanan pangan tidak bisa hanya bertumpu pada jagung atau satu komoditas saja. Ia menyoroti kebijakan era Orde Baru, di mana pemerintah mengundang investor dari Bank Dunia untuk mengembangkan perkebunan karet, yang saat itu menjadi penyumbang pajak terbesar kedua setelah hasil hutan.
“Indonesia punya tanah subur yang bisa ditanami apa saja, dari Sawit, Karet, Pinang, hingga Padi. Jika pertanian dikembangkan serius, kita tidak perlu mengirim tenaga kerja ke luar negeri atau membiarkan rakyat kita berjuang di negeri orang hanya demi sesuap nasi,” ucapnya.
Edison menekankan bahwa pertanian mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, berbeda dengan sektor industri yang terbatas dalam membuka lapangan pekerjaan. “Indonesia punya lebih dari 200 juta penduduk, banyak yang masih menganggur. Kalau kita hanya mengandalkan sektor industri, hanya sedikit yang bisa terserap. Tapi jika fokus ke pertanian, peluangnya jauh lebih besar,” jelasnya.
*Potensi Bengkayang dan Kesalahan Kebijakan Impor*
Ia menyoroti potensi besar Kabupaten Bengkayang dalam produksi jagung, mengingat kondisi geografisnya yang mendukung pertanian sepanjang tahun. “Musim hujan tanam di bukit, musim kemarau tanam di sawah. Alam sudah menyediakan semuanya, tinggal bagaimana kita mengelolanya,” katanya.
Namun, Kebijakan pemerintah justru sering merugikan petani lokal. Akong mengingat saat harga jagung sempat tinggi di angka Rp7.000 per kilogram, banyak petani di Bengkayang yang mulai menanamnya. Tetapi ketika produksi meningkat, pemerintah malah membuka keran impor, mematikan usaha kecil petani. “Ini kesalahan besar. Saat petani sudah berkembang, pemerintah justru menghancurkannya dengan impor,”
Kritiknya.
*Solusi: Bangun Industri Pakan, Hentikan Ketergantungan Impor*
Sebagai langkah Konkret, Andreas berencana mengundang investor untuk membangun industri pakan ternak di Bengkayang. Ia ingin daerah ini menjadi pusat produksi pakan yang bisa menyuplai Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. “Jika industri pakan ada di sini, jagung tidak perlu lagi dibeli dari luar pulau atau luar negeri. Bengkayang bisa mandiri,” ujarnya optimistis.
*Harapan untuk Presiden: Fokus ke Ekonomi, Bukan Sekadar Bansos*
Di akhir wawancara, Edison berharap Presiden Prabowo dan pemerintah pusat lebih fokus pada pengembangan sektor pertanian dibanding terus menggulirkan program makan gratis. “Makan gratis memang membantu, tapi itu solusi jangka pendek. Negara ini punya utang besar. Jika anggaran dialihkan ke pertanian, lapangan kerja tercipta, ekonomi bergerak, dan rakyat bisa mandiri,” katanya.
Menurutnya ,”Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan ekonomi berbasis pertanian. “Tanah kita luar biasa subur. Singkong saja dilempar bisa tumbuh. Kalau pemerintah serius, kita bisa Swasembada Pangan dan Mandiri secara Ekonomi, tanpa harus tergantung pada impor dan bantuan sosial terus-menerus,” tutupnya.
Novi