Sanggau, Kalbar – Tambang emas Ilegal di Desa Nanga Biang Kecamatan Kapuas Kabupaten Sanggau, setelah sempat non aktif beberapa minggu pasca razia menyeluruh. Kini kembali beroperasi. ” Aktif lagi bang. Mesin sedot dan dompeng mulai terdengar dipinggiran sungai kapuas. Apalagi sekarang situasinya sudah aman, otomatis peluang untuk bergerak tidak mereka sia – siakan, ” ujar Suhardi, warga Kabupaten Sanggau.
Meskipun Pihak Polisi kerap melakukan razia, katanya, bukan berarti tauke emas pasrah, bubar dan tutup total.Toh ketika masa tenang itu tiba, kegiatan yang merusak lingkungan tersebut mulai beraksi tanpa mengenal waktu.
” Strategi kucing – kucingan diatas, memang biasa diterapkan tikus gendut yang puas makan asam garam didunia ilegal. Konsepnya sederhana, saat razia datang, tauke buncit sembunyi sambil monitor lewat jaringan internal. Nah ketika APH putar balik, merekapun langsung bekerja menghancurkan lingkungan, merusak ekosistem dan tatanan kehidupan mayoritas masyarakat, ” terangnya.
Suhardy menjelaskan, persoalan ini bukan baru pertama terjadi tetapi sudah berulang kali. Yang namanya efek jera, tidak ada dihati dan otak mereka, kendati dampak dari itu semua imbasnya bukan cuma segelintir orang, namun ratusan ribu manusia yang secara pelan bakal hancur berderai.
Sebagai orang yang dituakan, tekannya, saya menginginkan wujud perbaikan, tidak hanya terhadap tugas aparat melainkan rasa kesadaran masyarakat juga perlu dimunculkan agar masa depan anak cucu kita dan generasi selanjutnya dapat terhindar dari kerusakan lingkungan yang hebat.
Khusus kepada APH, diharapkan mampu menangkap aktor besar dan becking di balik bisnis PETI sebagai upaya menyelamatkan potensi pendapatan daerah, mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas serta menyelamatkan tatanan kehidupan generasi selanjutnya, ” pinta tokoh tersebut.
Seperti diketahui, sungai kapuas yang menjadi sumber kehidupan masyarakat kini menghadapi ancaman serius. Air keruh, kualitas ekosistem menurun, dan rantai ekonomi perairan terganggu serta membuat keresahan semakin meluas.
Sungai disamping menopang kebutuhan dasar masyarakat, juga bernilai strategis secara ekologis dan ekonomi. UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba menyebutkan, setiap bentuk pertambangan tanpa izin merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara dan denda miliaran rupiah. Begitu pula denga UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan, perusakan lingkungan dapat dijerat dengan pidana penjara hingga 10 tahun.
Kordinator Lembaga Pemerhati Lingkungan mendesak komitmen aparat penegak hukum dan pemerintah daerah dalam memberantas PETI. Razia yang bersifat seremonial dinilai belum cukup, jika tidak diikuti langkah hukum tegas terhadap jaringan yang lebih besar mulai dari cukong tambang, pemasok bahan bakar, hingga dugaan keterlibatan oknum aparat. (007)