Cybertv.id-Polrestabes Surabaya diduga melakukan kriminalisasi dalam menetapkan tersangka, ujar Novendri Yusdi sebagai kuasa hukum Agung Kurnia Putra (AKP) artinya penetapan tersangka tersebut dianggap tidak sesuai dengan hukum dan prosedur yang benar, serta dilakukan untuk menekan atau menghukum seseorang yang sebenarnya tidak bersalah atau terlibat dalam suatu tindak pidana. Lebih lanjut Novendri Yusdi, S.H bersama kuasa lainnya O’od Chrisworo, S.H., M.H. Veronika Yunani, S.H. Hanif Zahron, S.H menjelaskan dugaan kriminalisasi terjadi ketika klien kami menerima surat panggilan penetapan tersangka berdasarkan bukti yang lemah, atau bahkan tidak ada bukti sama sekali, locus delicti atau tempat kejadian perkara (TKP) di Palu Sulawesi Tengah tapi kenapa Polrestabes Surabaya yang memeriksa atau menangani perkara ini?
Jika Polrestabes Surabaya melakukan pemeriksaan tanpa kewenangan yang jelas di Sulawesi Tengah, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran kewenangan teritorial.
Dalam hukum pidana Indonesia, pelanggaran kewenangan teritorial diatur dalam beberapa peraturan, termasuk:
1. *Pasal 15 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia*: Pasal ini menyatakan bahwa kewenangan kepolisian dilaksanakan berdasarkan teritorial.
2. *Pasal 18 ayat (1) Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2017 tentang Penanganan Perkara Pidana*: Pasal ini menyatakan bahwa penyidik harus memiliki kewenangan teritorial untuk melakukan penyidikan.
Maka tindakan Polrestabes Surabaya dalam menetapkan klien kami sebagai tersangka dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut.
Alasan dugaan kriminalisasi sambung O’od Chrisworo, S.H., M.H. penetapan tersangka dianggap tidak profesional dan transparan tidak didasarkan pada bukti yang kuat. Penetapan tersangka atas klien kami sambung Veronika Yunani, S.H dianggap dilakukan untuk tujuan lain. Menekan atau menghukum orang yang tidak bersalah pungkas Hanif Zahron, S.H.
Pentingnya memastikan keadilan dan dugaan kriminalisasi ini perlu dipertimbangkan secara serius bahwa pasal 77 KUHAP adalah langkah hukum yang kami tempuh yaitu Praperadilan sebagai upaya penegakan hukum dengan jadwal sidang Jumat 25 April 2025 di Pengadilan Negri Surabaya. Selain praperadilan kami juga menggugat PT Wangta Agung sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan jadwal sidang Selasa 29 April 2025 dan kami akan melaporkan balik bahwa Tersomasi (PT wangta Agung) juga tidak pernah mendaftarkan klien kami ke program pemerintah sesuai dengan pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS Ketenagakerjaan sejak klien kami diterima bekerja sampai dengan tahun 2023.
Lebih lanjut Pengacara sekaligus pembina Aliansi wartawan Sejawa Timur (AWAS ) menyampaikan Bahwa atas tindakan PT Wangta Agung dengan tidak membayarkan upah kepada klien kami AKP dan tidak mendaftarkan ke BPJS TK telah jelas melanggar sebagaimana ketentuan undang undang pasal 372 KUHP jo 468 KUHP jo pasal 81 (63) UU Cipta Kerja serta tidak mendaftarkan Klien kami ke Program Pemerintah Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 24.Pungkasnya
(Jk)