Cybertv.id.- KUKAR – Setelah bertahun-tahun wafat, nama almarhum Suparno kembali disebut-sebut—bukan dalam rangka mengenang jasa atau baktinya kepada tanah kelahirannya, melainkan ditarik dalam pusaran konflik tanah yang mengusik rasa keadilan para ahli waris. Tanah peninggalan Suparno kini diklaim oleh pihak lain, yang menyatakan memiliki alas hak atas dasar sertifikat, bahkan menyeret nama Suparno seolah-olah ia sendiri yang menyerahkannya semasa hidup. Klaim tersebut langsung dibantah keras oleh keluarga dan ahli waris sah almarhum.
Baca juga : Kapolri Hadiri Malam Puncak Hoegeng Awards 2025
Lewat kuasa hukum mereka, M.J. Samosir, S.H., CTA dan Zulmi Juniardi, pihak ahli waris menegaskan bahwa sertifikat hak milik (SHM) asli atas nama Suparno masih berada di tangan keluarga. Tidak pernah ada peralihan, tidak pernah dijual, dan tidak pernah diagunkan. Bahkan, istri almarhum sendiri tak pernah menandatangani dokumen apapun terkait pengalihan hak. Mereka menilai bahwa klaim sepihak yang kini disebarkan oleh pihak Supriyadi merupakan bentuk penyesatan publik dan dugaan kuat perampasan hak waris.
Fakta makin memprihatinkan ketika keluarga melakukan pengecekan ke BPN. Di sana, diketahui bahwa tanah tersebut tidak sedang dalam sengketa, dan langkah yang dilakukan pihak keluarga hanyalah validasi dan pengecekan keaslian SHM, bukan permohonan sertifikat baru. Namun, yang mereka temukan justru lebih mengejutkan: dokumen yang diklaim Supriyadi mencantumkan tanda tangan Suparno dan saksi Zaenudin—yang setelah diperbandingkan dengan dokumen autentik, terlihat perbedaan mencolok dalam gaya dan karakteristik tanda tangan.
“Ini bukan sekadar soal tanah. Ini soal harga diri dan kebenaran. Nama orang tua kami digunakan tanpa sepengetahuan kami, padahal beliau sudah lama tiada. Kalau bukan kami yang meluruskan, siapa lagi?” ujar Subroto, salah satu anak almarhum Suparno.
Baca juga : Operasi Patuh Semeru 2025 Polres Malang Sapa Pengendara, Sosialisasikan Kamseltibcarlantas
Lebih lanjut, kuasa hukum menilai bahwa pihak Supriyadi bukan hanya menyampaikan informasi tidak benar kepada media, namun juga berupaya menggiring opini publik dengan menyebarkan narasi sepihak yang belum terbukti kebenarannya. Tidak ada konfirmasi kepada pihak keluarga, bahkan pemberitaan yang mencatut nama Suparno terkesan dimanfaatkan untuk meyakinkan pembeli dan menciptakan persepsi seolah-olah transaksi yang dilakukan atas tanah tersebut telah sah.
“Jangan jadikan nama orang mati sebagai tameng untuk membenarkan kejahatan agraria,” tegas M.J. Samosir, S.H., CTA. Ia juga menambahkan, bila diperlukan, pihaknya siap membuka jalur hukum pidana atas dugaan pemalsuan dan perbuatan melawan hukum lainnya.
Baca juga : Pimpin Upacara Pengukuhan Kapolsek Kras, Kapolres Kediri Tekankan Profesionalisme dan Pelayanan Publik
Langkah ini bukan semata demi mempertahankan tanah, tetapi juga demi menjaga martabat almarhum yang telah lama wafat dan tak bisa lagi membela dirinya sendiri. Keluarga merasa bahwa tindakan ini telah mencemarkan nama baik Suparno dan menodai hak waris sah anak-anak serta istrinya.
Pihak keluarga pun mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya pada klaim-klaim yang tidak berdasar, apalagi ketika disertai dengan dokumen yang keabsahannya masih diragukan. Kebenaran, kata mereka, akan mereka tegakkan—dengan atau tanpa dukungan publik.