Cybertv.id.- Kubu Raya – Bekas-bekas galian menganga di Jalan Jelau Mungguk Jering, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, menyerupai mulut raksasa yang tak pernah kenyang. Tajam, dalam, dan tanpa ampun, tanah di kawasan ini seperti dicabik-cabik oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab.
Di balik lubang-lubang yang merusak bentang alam itu, beredar satu nama yang kerap disebut warga: Atet. Sosok yang diduga menjadi “bos” kuari batu ilegal ini disebut-sebut telah beroperasi selama bertahun-tahun, namun tak pernah tersentuh aparat.
“Sudah lima tahun beroperasi. Tanpa izin. Tanpa reklamasi. Semua orang tahu siapa dalangnya,” kata seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya, kepada awak media.
Tambang Ilegal Bertahun-tahun
Aktivitas di lokasi tersebut tidak sekadar penambangan biasa, melainkan dugaan pelanggaran serius yang merusak lingkungan. Lahan seluas hektaran itu dibiarkan menganga tanpa proses reklamasi sebagaimana diwajibkan undang-undang.
Dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, istilah lama “bahan galian golongan C” telah dihapus dan diganti dengan “batuan”. Namun, praktik ilegal di Kubu Raya masih memanfaatkan “istilah usang” ini untuk mengaburkan pelanggaran.
Batu kapur, pasir, hingga tanah liat dikeruk tanpa izin resmi seperti Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) atau Surat Izin Pertambangan Rakyat (SIPR). Seluruh hasil tambang dijual, meninggalkan kerusakan tanpa tanggung jawab.
Pajak Hilang, Lingkungan Terkorbankan
Pajak galian yang seharusnya menjadi pemasukan daerah, tak pernah tercatat ketika aktivitas tambang dilakukan secara ilegal. Warga mempertanyakan ke mana larinya uang dari bisnis yang telah berlangsung bertahun-tahun ini.
Dampak lingkungannya pun nyata: sumber air bersih terancam, sungai-sungai mati, dan lahan menjadi kubangan bekas tambang. Namun, penegakan hukum terhadap pelaku nyaris tidak terdengar.
Sosok Misterius
Setiap kali dicari, Atet selalu “tidak di tempat”. Namanya beredar di kalangan pekerja dan warga, namun sosoknya seperti bayangan—ada dalam cerita, tak pernah muncul di hadapan hukum.
Apakah Atet benar-benar hanya satu orang, atau bagian dari jaringan yang lebih besar? Pertanyaan ini terus menggantung, sementara lubang-lubang bekas tambang terus melebar.