*Kasus Pelemparan Truk di Pinrang Makin Rumit: Enam Warga Jadi Tersangka, Pengawas Tambang Luka di Kepala, Berkas P19, dan Mediasi Gagal* 

oleh -25 Dilihat

 

Cybertv.id – PINRANG — Penanganan kasus dugaan pelemparan truk pengangkut material di Kabupaten Pinrang terus menuai polemik. Enam warga dijadikan tersangka, seorang pengawas tambang (pensiunan TNI) mengalami luka di kepala, sementara Kejari Pinrang mengembalikan berkas perkara karena minimnya bukti. Di sisi lain, upaya mediasi antara warga dan pelapor gagal karena diduga adanya tekanan dari pihak tertentu.

 

Kuasa hukum tersangka Adv. H. Kalfin Gantare, S.H, M.H, C.HL. yang ditemui oleh awak media di salah satu warkop di Pinrang 8/11/2025 menjelaskan bahwa :

 

✅ Penangkapan HA dan RD Memicu Kerumunan

 

Kasus bermula dari laporan sopir truk, Irfan, terkait dugaan pelemparan kendaraan. Laporan itu memicu respon cepat dari aparat Brimob yang langsung mengamankan HA dan RD, padahal keduanya sedang memperbaiki atap rumah dan tidak berada di lokasi kejadian.

 

Brimob menemukan sebuah katapel, yang oleh keponakan HA, Mahmud, dijelaskan sebagai alat berjaga malam untuk menandai pencuri dengan menembak daun pisang, bukan sebagai alat untuk menyerang.

 

Penangkapan dinilai warga sebagai tindakan tergesa-gesa. HA sendiri adalah tokoh yang dikenal dermawan dan sangat dihormati di Paleteang, sehingga penangkapannya membuat warga berkumpul di tempat kejadian.

 

✅ Kehadiran Samad Memicu Ketegangan, Berakhir Luka di Kepala

 

Dalam situasi menegang tersebut, hadir seorang pria bernama Samad, pensiunan TNI dengan pangkat Mayor yang disebut sebagai pengawas kegiatan tambang milik H. Arsyad.

 

Menurut warga, Samad mengeluarkan kalimat bernada tantangan:

 

“Sini siapa yang jago lawan saya?”

 

Ucapan tersebut memancing reaksi warga, menambah kegaduhan, dan terjadi dorong-mendorong.

Dalam situasi ini, Samad mengalami luka di bagian kepala hingga berdarah.

 

Peristiwa tersebut menambah kerumitan konflik dan memunculkan versi cerita berbeda dari warga dan pihak Samad.

 

✅ Pak Samad Membuat Laporan Polisi Atas Luka yang Dialaminya

 

Setelah kejadian itu, Pak Samad melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Polres Pinrang.

 

Penting dicatat:

 

✅ Tidak ada upaya mediasi dari pihak Samad,

✅ Tidak ada upaya dialog dengan para warga atau pihak keluarga tersangka,

✅ Laporan dilayangkan secara langsung tanpa ruang penyelesaian damai.

 

Sementara di sisi lain, warga telah beberapa kali berupaya melakukan mediasi dengan pelapor utama (Irfan).

 

Hal ini menunjukkan simetri proses mediasi tidak terjadi — satu pihak berusaha berdamai, sementara pihak lainnya memilih jalur hukum penuh sejak awal.

 

✅ Enam Warga Ditetapkan Tersangka, Tetapi Berkas Dikembalikan (P19)

 

Berkas perkara enam tersangka, termasuk HA, RD, dan BL, sudah dilimpahkan ke Kejari Pinrang. Namun Kejaksaan mengeluarkan P19 karena:

 

Bukti belum memadai,

 

Unsur tindak pidana belum terpenuhi,

 

Ada tersangka (BL) yang mengaku tidak berada di lokasi kejadian,

 

Identifikasi pelaku pelemparan tidak jelas.

 

P19 menunjukkan adanya kelemahan fundamental dalam penyidikan awal.

 

✅ Upaya Damai Gagal Karena Diduga Ada Tekanan Kepada Pelapor

 

Upaya perdamaian sebenarnya sudah ditempuh:

 

Tokoh masyarakat Kani

 

Kuasa hukum Adv. H. Kalfin Gantare

 

Keluarga pelapor

 

Ibu kandung pelapor, Irfan

 

Bahkan saat pertemuan, keluarga pelapor sepakat mencabut laporan, setelah memastikan bahwa truk tidak mengalami kerusakan berarti.

 

Namun pada esok harinya, sepupu Irfan menyampaikan bahwa Irfan membatalkan pencabutan laporan karena mendapat tekanan dari atasannya (pemilik truk).

 

Hal ini membuat proses damai mustahil dilanjutkan.

 

✅ ANALISIS HUKUM TERBARU

✅ 1. Penetapan Tersangka Lemah Jika Berkas Dikembalikan (P19)

 

P19 menandakan:

 

Unsur pidana belum terbukti,

 

Bukti kurang,

 

Penetapan tersangka dapat dipertanyakan legalitasnya.

 

Sesuai Pasal 184 KUHAP → harus ada 2 alat bukti sah, bukan asumsi.

 

✅ 2. Penangkapan Tanpa Bukti Permulaan Cukup (Pasal 17 KUHAP)

 

HA dan RD:

 

Tidak berada di TKP,

 

Tidak tertangkap tangan,

 

Barang bukti katapel tidak membuktikan tindak pidana.

 

Ini menimbulkan dugaan penangkapan tergesa-gesa.

 

✅ 3. Luka Samad Harus Diproses, Tapi Tidak Bisa Otomatis Menyalahkan Tersangka

 

Laporan Samad wajib diproses, tetapi:

 

Perlu pembuktian siapa penyebab luka,

 

Situasi kerumunan dan provokasi harus dianalisis,

 

Luka tidak otomatis membuktikan pelaku tertentu.

 

Jika provokatif, Samad bisa dianggap ikut berkontribusi pada eskalasi konflik.

 

✅ 4. Tidak Adanya Mediasi dari Pihak Samad

 

Secara hukum:

 

Mediasi bukan kewajiban,

 

Tetapi dalam kasus sosial-komunal seperti ini,

ketiadaan mediasi dari salah satu pihak menunjukkan kurangnya itikad baik.

 

✅ 5. Dugaan Tekanan Kepada Pelapor

 

Jika benar pelapor membatalkan pencabutan laporan karena tekanan:

 

Itu melanggar asas kebebasan kehendak dalam pelaporan pidana,

 

Memperburuk independensi penyidikan.

 

✅ PANDANGAN TENTANG NETRALITAS APARAT

 

Beberapa poin yang mengundang perhatian publik:

 

✅ 1. Respon cepat Brimob untuk kasus seharusnya ditangani Reskrim

 

Tidak lazim Brimob turun untuk kasus “pelemparan truk”.

 

✅ 2. Kehadiran Samad (pengawas tambang) di lokasi penangkapan

 

Dapat menimbulkan persepsi intervensi.

 

✅ 3. Luka Samad diproses cepat, sementara kerugian warga dan tokoh masyarakat (HA dan RD) kurang diperhatikan

 

Ini memunculkan pertanyaan tentang keseimbangan perlakuan hukum.

 

✅ 4. Pengembalian berkas oleh Kejari memperkuat dugaan bahwa penetapan tersangka terlalu tergesa-gesa.

✅ Kesimpulan Netralitas

 

Berdasarkan fakta yang berkembang:

 

✅ Aparat tampak lebih responsif terhadap laporan pihak tambang,

✅ Kurang mempertimbangkan fakta di lapangan sebelum penangkapan,

✅ Tidak mengakomodasi mediasi sosial yang sudah dilakukan masyarakat,

✅ Proses pemeriksaan harus benar-benar dievaluasi ulang agar tidak ada kesan keberpihakan.”tutupnya.

 

Di tempat yang terpisah Ketua LSM FP2KP (Forum Pembangunan dan Pengawas Kinerja Pemerintah) Andi Agustan Tanri Tjoppo yang ditemui oleh awak media disalah satu warkop di Pinrang 8/11/2025 yang dikonfirmasi tentang hal tersebut diatas, menjelaskan bahwa proses hukum harus dikawal oleh Aktivitas, LSM, Pers, Mahasiswa dan Masyarakat jangan sampai ada pembenaran atau diduga proses hukum tidak berjalan dengan sebenarnya atau diduga salah tangkap dan penyidik yang diduga bertugas tidak sesuai dengan norma hukum yang berlaku diharapkan dapat ditindak keras oleh Propam Polda SulSel, DEMI TEGAKNYA KEADILAN DAN KEBENARAN BUKAN PEMBENARAN, ucapnya”.

Red

No More Posts Available.

No more pages to load.