Eka Siswanto : Geliat Politik Dalam Pilkada Serentak Provinsi Kalimantan Barat

oleh -158 Dilihat
oleh

Cybertv.id – Pontianak -Kalbar – Fenomena cucuk dan cabut partai serta gonta-ganti pasangan calon Gubernur, Walikota, dan Bupati di Kalimantan Barat mencerminkan dinamika politik yang kompleks dan menantang. Perubahan yang cepat ini menggambarkan adanya ketidakstabilan dalam konsolidasi kekuatan politik, yang pada akhirnya mempengaruhi proses demokrasi dan tata kelola pemerintahan. Namun, fenomena ini bukan hanya tentang pergantian aliansi, tetapi juga mencerminkan keresahan dan ketidakpuasan masyarakat serta elite politik terhadap komitmen dan kredibilitas para pemimpin politik.

Eka Siswanto Via Pesan WhatsApp 20/08/2024 mengatakan “Fenomena Politik dan Dampaknya
Fenomena ini dapat dianalisis melalui teori **“Political Realignment”** atau penataan ulang politik, yang mengacu pada pergeseran signifikan dalam koalisi politik, di mana para aktor politik mencari aliansi baru yang lebih menguntungkan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuasaan mereka. Selain itu, **Teori “Political Opportunism”** menjelaskan bahwa perubahan afiliasi partai atau pasangan calon sering kali didorong oleh kalkulasi pragmatis, di mana para politisi memanfaatkan situasi yang ada untuk keuntungan pribadi atau kelompok, seringkali dengan mengabaikan prinsip-prinsip ideologis.

Selanjutnya “Pergantian partai dan pasangan calon juga dapat dilihat melalui lensa **“Game Theory”**, di mana setiap aktor politik bertindak sebagai pemain dalam permainan strategis, mencoba untuk mengantisipasi langkah-langkah lawan mereka dan memaksimalkan keuntungan mereka sendiri. Perubahan ini juga mencerminkan **Teori “Rational Choice”**, yang berargumen bahwa para aktor politik cenderung membuat keputusan berdasarkan evaluasi rasional atas manfaat dan risiko dari setiap pilihan yang tersedia.

Implikasi Sosial dan Politik
Fenomena ini memiliki implikasi yang luas, baik pada tingkat lokal maupun regional. Masyarakat, sebagai aktor pasif dalam permainan politik ini, sering kali menjadi korban dari ketidakpastian dan ketidakjelasan arah kepemimpinan. Sementara itu, **“Theory of Elite Circulation”** atau teori sirkulasi elit menunjukkan bahwa perubahan dalam kepemimpinan sering kali hanya merupakan rotasi di antara kelompok elite yang sama, yang pada akhirnya tidak membawa perubahan signifikan dalam kebijakan publik atau peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Lebih lanjut, kondisi ini juga menunjukkan adanya **“Crisis of Legitimacy”**, di mana kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik dan pemimpinnya mengalami erosi. Ketidakstabilan ini dapat mengakibatkan peningkatan apatisme politik, di mana masyarakat merasa tidak ada calon yang benar-benar mewakili kepentingan mereka, sehingga partisipasi politik menurun.

Penutup
Dengan menggunakan pendekatan **“Political Behaviorism”**, fenomena ini dapat dianggap sebagai refleksi dari perilaku politik yang adaptif, di mana para politisi dan partai politik berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan politik. Namun, perlu diingat bahwa perubahan yang didorong oleh pragmatisme yang ekstrem dapat merusak integritas sistem politik itu sendiri.

Dalam konteks Kalimantan Barat, untuk menciptakan stabilitas politik yang lebih berkelanjutan, diperlukan komitmen yang lebih kuat terhadap nilai-nilai demokrasi dan kepercayaan publik. Melalui strategi komunikasi politik yang transparan dan berbasis data, serta penguatan kapasitas kelembagaan, diharapkan dinamika politik dapat bergerak ke arah yang lebih stabil dan pro-rakyat. Tutupnya.

 

Novi

No More Posts Available.

No more pages to load.