Bengkayang, Kalbar – Cybertv.id , Lahan pertanian seluas 8 hektare di Dusun Semu’/Sengkabang, Desa Suka Bangun, Kecamatan Sungai Betung, Kabupaten Bengkayang, yang sebelumnya dikelola oleh kelompok tani Harapan Baru, kini menjadi sumber konflik setelah dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit oleh pemilik tanah.
Lahan ini mulai digarap sejak 2010 berdasarkan kesepakatan dengan pemiliknya, Ale Lagom. Seiring waktu, kelompok tani Harapan Baru terbentuk secara resmi, dengan kepengurusan yang mencakup ketua, sekretaris, bendahara, dan 20 anggota. Dalam kurun waktu 2014–2017, kelompok ini mengajukan bantuan irigasi ke pemerintah, yang akhirnya terealisasi.
Namun, pada 2018, Ale Lagom—yang juga menjabat sebagai bendahara kelompok—secara sepihak melarang para petani mengelola lahan.
Ia berdalih bahwa tanah tersebut akan dibagikan kepada ahli warisnya. Demi menghindari konflik, anggota kelompok tani terpaksa menghentikan pengelolaan.
Tak lama setelah itu, lahan tersebut diambil alih dan ditanami kelapa sawit.
Ketika dipertanyakan, salah satu anak Ale Lagom, yang dikenal dengan nama Botak, bersikeras bahwa tanah itu sepenuhnya menjadi hak keluarganya. “Ini lokasi sudah diserahkan dari orang tua kami, jadi ini hak kami.
Terserah kami mau tanam apa. Kalau kalian keberatan, silakan laporkan. Saya siap, bahkan sampai ke meja hijau,” tegasnya.
Kelompok tani Harapan Baru pun meminta intervensi Aparat Penegak Hukum (APH) serta instansi terkait, termasuk Dinas Pertanian. Mereka menilai ada indikasi penyalahgunaan lahan karena sebelumnya lahan ini digunakan sebagai dasar dalam proposal bantuan pemerintah.
Tindakan alih fungsi lahan pertanian tanpa izin ini berpotensi melanggar Pasal 72 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Sanksinya tidak main-main: pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Jika dilakukan oleh korporasi, hukumannya bisa mencakup perampasan hasil tindak pidana, pembatalan kontrak dengan pemerintah, serta pembayaran ganti rugi.
Kasus ini memunculkan pertanyaan besar: apakah ada unsur penyalahgunaan bantuan pemerintah? Kelompok tani kini berharap pemerintah dan APH segera turun tangan untuk menyelesaikan konflik ini secara adil dan transparan.
(Reporter: **07 )